Retensi Plasenta

Rabu, 18 November 2020

Retensi Plasenta

LinkSehat - Proses persalinan merupakan serangkaian proses yang terdiri dari pembukaan mulut rahim atau serviks, kelahiran bayi, kelahiran plasenta dan pemantauan 1 jam setelah melahirkan. Jika terjadi gangguan pada proses melahirkan plasenta, bisa dicurigai adanya retensi plasenta.

Retensi plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta tetap berada di dalam rahim dan belum dilahirkan selama 30 menit setelah kelahiran anak. Hal ini merupakan hal yang berbahaya dikarenakan dapat menimbulkan komplikasi seperti infeksi serta kehilangan darah yang banyak. Maka dari itu retensi plasenta termasuk dalam penyebab perdarahan setelah melahirkan (post partum hemorrhage). Tentu hal ini bisa mengakibatkan kematian jika tidak tertangani dengan baik.

Terdapat beberapa tipe retensi plasenta berdasarkan penyebabnya yaitu:

  • Placenta adherens yaitu kelainan pelepasan plasenta yang timbul ketika kontraksi pada rahim tidak cukup untuk membantu lepasnya plasenta dan pengeluaran plasenta. Tipe ini dapat menyebabkan retensi plasenta dan kasus sisa plasenta (terdapat sebagian jaringan plasenta yang masih menempel pada rahim).
  • Plasenta akreta yaitu plasenta yang menempel secara tidak normal atau bahkan menembus lapisan rahim lebih dalam (plasenta inkreta atau perkreta).
  • Trapped placenta yaitu plasenta normal yang terperangkap karena serviks berkontraksi atau kelainan struktur rahim.

Gejala atau tanda retensi plasenta

Gejala retensi plasenta tidak dapat diketahui jika belum memasuki tahapan persalinan. Setelah bayi lahir, normalnya tali pusat akan memanjang seiring dengan pelepasan jaringan plasenta dari rahim karena kontraksi rahim. Namun pada kasus retensi plasenta, tanda tersebut tidak terjadi atau tidak mengalami kemajuan pelepasan dan kelahiran plasenta.

Tanda lainnya yaitu setelah kelahiran plasenta, tetap terjadi perdarahan serta didapati jaringan plasenta yang lahir tidak utuh. Hal ini diduga sebagian jaringan plasenta tertinggal dalam rahim. Seluruh hal ini akan disebut kala III memanjang. Jika tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan ahli, retensi plasenta yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan inversi rahim dan perdarahan masif.

Kapan harus konsultasi ke dokter?

Retensi plasenta merupakan suatu kegawatdaruratan dalam bidang kandungan dan kebidanan. Segera konsultasikan ke dokter spesialis kandungan jika Anda memiliki faktor risiko terjadinya retensi plasenta, atau memiliki hasilultrasound(USG) ataumagnetic resonance imaging (MRI)yang mengarah ke retensi plasenta, atau memiliki tanda dan gejala retensi plasenta selama proses melahirkan plasenta atau segera ikuti anjuran tenaga kesehatan yang membantu proses kelahiran bayi Anda.

Retensi plasenta dapat ditangani oleh dokter spesialis kandungan atau obstetri dan ginekologi. Konsultasi Dokter Online di aplikasi LinkSehat jika Anda sedang hamil dan mengalami gejala atau tanda retensi plasenta. Download Sekarang.

Biaya berobat retensi plasenta

Besaran biaya pengobatan retensi plasenta tergantung pada kondisi pasien, jenis tindakan medis yang dilakukan serta pilihan rumah sakit. Untuk perkiraan biaya pengobatan retensi plasenta di dalam atau luar negeri, hubungi Medical Consultant LinkSehat melalui WhatsApp 0857 8000 8707 atau isi formulir konsultasi gratis di sini.

Penyebab retensi plasenta

Retensi plasenta disebabkan karena adanya kelainan plasenta dalam menginvasi rahim, dan bisa juga disebabkan karena kelainan pada lapisan rahim yang biasanya disebabkan oleh riwayat operasi pada rahim termasuk operasi sesar. Namun retensi plasenta bisa juga terjadi pada kelompok yang tidak memiliki riwayat operasi pada rahim. Berikut beberapa faktor risiko terjadinya retensi plasenta seperti:

  • Kelainan rahim kongenital.
  • Riwayat terjadinya retensi plasenta sebelumnya.
  • Usia ibu hamil diatas 35 tahun beresiko terjadinya retensi plasenta.
  • Persalinanpreterm atau prematur di bawah usia kehamilan 34 minggu.
  • Posisi plasenta. Posisi plasenta yang menutupi mulut rahim (serviks) dapat meningkatkan risiko retensi plasenta.
  • Operasi rahim sebelumnya. Risiko retensi plasenta meningkat pada pasien yang pernah menjalani operasi sesar atau operasi pada rahim.
  • Kehamilanbayi tabung. Kehamilan bayi tabung berisiko terjadinya kelainan posisi plasenta sehingga juga berisiko terjadinya retensi plasenta.
  • Riwayat persalinan. Semakin banyak riwayat kehamilan dan persalinan, maka semakin tinggi risiko retensi plasenta. Hal ini dihubungkan dengan kontraksi rahim yang menurun.
  • Penggunaan oksitosin dalam jangka waktu lama. Hal ini juga berhubungan dengan kontraksi rahim yang menurun dimana kontraksi rahim sangat penting dalam proses pelepasan plasenta.

Diagnosis retensi plasenta

Diagnosis retensi plasenta ditegakkan jika plasenta belum lahir setelah 30 menit kelahiran bayi. Jika dalam proses 30 menit tersebut didapati tanda dan gejala retensi plasenta seperti tidak memanjangnya tali pusat, kontraksi rahim yang buruk, atau lahirnya plasenta yang tidak lengkap, maka dapat dicurigai kemungkinan terjadinya retensi plasenta.

Retensi plasenta bisa terjadi pada siapapun. Namun retensi plasenta dapat diprediksi lebih awal sehingga dapat direncanakan proses kelahiran yang aman. Pendeteksian retensi plasenta dapat dilakukan dengan USG dan MRI untuk mengetahui posisi plasenta dan evaluasi seberapa dalam penetrasi plasenta pada rahim.

Cara mengobati retensi plasenta

Normalnya, setelah proses kelahiran bayi, dokter akan menyuntikkan oksitosin pada paha untuk membuat rahim berkontraksi sehingga plasenta dapat lepas. Jika belum dijumpai tanda tanda pelepasan plasenta, maka dokter akan menyuntik kembali oksitosin. Jika setelah 30 menit plasenta belum dapat dilahirkan, dapat dilakukan pengeluaran plasenta secara manual. Namun tindakan ini membawa risiko infeksi pada pasien. Selama proses kelahiran bayi hingga kelahiran plasenta biasanya dilakukan pemasangan selang di saluran kemih (kateter). Jika plasenta masih juga belum dapat dilahirkan, maka pengobatan yang dilakukan bisa berupa operasi darurat.

Komplikasi retensi plasenta terjadi karena plasenta yang masih menempel pada rahim akan membuat perdarahan yang terus berlangsung. Perdarahan inilah yang dapat berakibat pada kematian. Selain itu, selama proses penanganan retensi plasenta juga memiliki risiko terjadinya infeksi.

Bisakah retensi plasenta disembuhkan?

Retensi plasenta dapat diatasi dengan berbagai cara mulai dari penyuntikan oksitosin hingga operasi pengangkatan rahim.

Lama waktu untuk mengatasi retensi plasenta tergantung dari seberapa dalam perlekatan plasenta pada rahim. Jika dapat diatasi dengan penyuntikan oksitosin tentu waktu yang dibutuhkan lebih singkat dibandingkan dengan retensi plasenta yang harus diatasi dengan operasi.

Cara mencegah retensi plasenta

Kejadian retensi plasenta tidak dapat diprediksi dan tidak ada cara yang dapat 100% mencegah terjadinya retensi plasenta. Yang dapat dilakukan yaitu menurunkan risiko kejadian retensi plasenta. Pemeriksaan rutin kehamilan juga dapat membantu untuk merencanakan persalinan yang aman serta merencanakan penanganan retensi plasenta jika terdeteksi kemungkinan tersebut sebelum persalinan.

Cara merawat pasien retensi plasenta di rumah

Pasien dengan retensi plasenta harus diatasi di rumah sakit dengan penanganan dokter yang tepat.

Medical Assistance kami siap bantu:
  • Booking tes COVID-19
  • Rekomendasi dokter atau RS
  • Buat janji dokter penyakit kronis
  • Buat janji dokter di luar negeri
  • Hitung estimasi biaya berobat
  • Mencari paket check up & bayi tabung (IVF)


Reviewed by dr. Edwin Jonathan dr. Edwin Jonathan

Nilai Artikel Ini

Artikel Terkait

Plasenta Previa

Kejadian plasenta previa dapat menyebabkan angka kematian ibu maupun bayi meningkat.

Plasenta Akreta

Pada plasenta akreta, sebagian atau seluruh plasenta tetap menempel dan sulit dilepaskan.